Indonesia Menuju Transisi Energi
Ari bahari / Tenaga Ahli DPR / Pandawa Nusantara
JAKARTA – Perubahan iklim merupakan isu utama diberbagai belahan dunia, perubahan iklim terjadi akibat dari sisa emisi aktifitas manusia (efek gas rumah kaca), menurut data yang saya peroleh gas rumah kaca merupakan penyumbang emisi terbesar dipermukaan bumi sebesar 64 %, selain itu proses Industrilialisasi yang hampir berjalan ratusan tahun semenjak terjadinya revolusi industri khususnya di Negara-negara Eropa dan Amerika Utara telah mengorbankan banyak Hutan dan Sungai yang tercemar didunia.
Proses Industrialisasi di Negara-negara Eropa dan Amerika Utara memberikan dampak multiplayer effect diantaranya meningkatan taraf hidup Negara-negara tersebut, dengan meningkatnya taraf hidup tentunya perlu didukung dengan berbagai pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah energi, kita ketahui bersama bahwa energi Fosil dan Batubara banyak terdapat di Negara-negara berkembang dan Dunia Ketiga. Maka lahirlah Kolonialisme dan Neokolonialisme untuk mengeksploitasi berbagai sumber energi dan kebutuhan hidup diberbagai belahan dunia yang berdampak pada kerusakan alam dan lingkungan.
Standar Ganda Negara-negara Maju
Proses Industrialisasi dan pembangunan yang terjadi ratusan tahun tentunya menimbulkan pekerjaan rumah yang sanggat besar, adalah perubahan iklim yang menjadi momok menakutkan dunia, Negara-negara maju sekarang paling aktif mengkampanyekan ekonomi hijau diberbagai forum dunia, untuk menangani permasalahan ini salah satunya adalah mengganti pembangkit listrik yang berbasis minyak dan batubara dengan energi baru terbarukan.
Sangking gencarnya eropa dalam mengkampanyekan ekonomi hijau ini, mereka menolak barang-barang yang diekspor dari negara-negara lain didunia yang dalam prosesnya tidak lulus standarisasi ekonomi hijau atau mereka memberikan tarif pajak yang tinggi bagi barang-barang yang prosesnya tidak lahir dari proses ekonomi hijau, bahkan Negara-negara maju melarang para pengusahanya untuk berinvestasi pada sektor Energi Fosil dan Batubara.
Negara-negara maju seperti memaksakan kehenda mereka kepada Negara-negara berkembang dan Dunia Ketiga untuk melakukan migrasi energi fosil dan batubara kepada energi baru terbarukan dengan dalih perubahan iklim, sedangkan secara infrastruktur (teknologi) dan pendanaan Negara-negara berkembang belum siap.
Tentunya Langkah-langkah yang dilakukan oleh Negara-negara maju ini menjadi sebuah pertanyaan besar, kami melihat Ada sebuah sekema yang coba memaksakan Negara-negara didunia untuk segera beralih keteknologi baru terbarukan yang saat ini teknologi tersebut masih dikuasi oleh Negara-negara maju dunia, jika seperti itu jangan sampai niatan Negara-negara maju kampanye perubahan iklim ini hanya kedok untuk mejual teknologi mereka kenegara-negara berkembang saja.
Bagaimana Indonesia
Indonesia sebagai negara yang sedang tumbuh berkembang tentunya membutuhkan energi dalam melakukan proses Industrilalisasi dan lompatan pembangunan dimana negara kita masih memanfaatkan energi fosil dan batubara untuk memenuhi kebutuhan pasokan energi dalam negeri.
Menurut data yang kami peroleh dari Kementrian ESDM bahwa energi fosil kita minyak bumi masih bisa dimanfaatkan hingga 9,5 tahun kedepan dengan cadangan 4,17 miliar barel, gas 19 tahun dengan cadangan 62,4 trilun kaki kubik dan, batu bara memiliki cadangan 38,84 Juta Ton dapat dimanfaatkan 65 tahun kedepan.
Tentunya cadangan sumber energi ini didukung teknologi yang sudah existing dengan pendanaan yang tidak terlalu mahal untuk membangun sebuah pembangkit energi fosil ini.
Penggunaan energi fosil dan batu bara ini banyak dikeritik oleh para penggiat lingkungan dan mendesak negara untuk segera beralih ke pembangkit energi terbarukan yang ramah terhadap lingkungan, Indonesia sendiri memiliki potensi energi terbarukan mencapai 417, 8 GW namun sekali lagi yang perlu menjadi catatan bahwa untuk membangun sebuah pembangkit listrik energi terbarukan dibutuhkan dana yang tidak sedikit, untuk membangun sebuah pembangkit energi terbarukan dibutuhkan dana yang hampir 5 kali lipat dari membangun sebuah pembangkin energi fosil dan hingga saat ini kita belum menguasi secara utuh teknologi pembangkit energi terbarukan tersebut yang masih dimonopoli oleh engara-negara maju.
Indonesia sebagai sebuah komunitas dunia tentunya sepakat bahwa kenaikan suhu permukaan bumi merupakan ancaman bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia, maka dari itu komitmen ini dibuktikan dengan kesediaan Indonesia untuk menguragi emisi carbon di 2030 nanti sebersar 40% atau sekitar 400 jt ton, seperti yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo di berbagai forum seperti G20 di Roma dan COP26 di Glasgow.
Namun tentunya komunitas dunia dalam hal ini Negara-negara maju harus transparan dan memberikan sumber dayanya baik itu teknologi dan pendanaan bagai Negara-negara berkembang untuk melakukan transformasi energi fosil dan batu bara ke energi baru terbarukan. Jangan sampai mereka memonopolinya dan menjadikan energi baru tebarukan sebagai barang danganan mereka saja.
Lembanga Otonom
Dengan arah perkembangan teknologi yang bergerak menuju pemanfaatan energi terbarukan tentunya Indonesia yang kaya dengan potensi energi terbarukan ini dapat melakukan akselerasinya, dengan meninggalkan energi fosil dan batubara secara bertahap seperti yang dicanangkan oleh pemerintah dari 2030 hingga tahun 2060 dimana Indonesia menargetkan Net Zero Emision (NZE).
Kita tidak bisa secara gegabah langsung beralih kepada energi terbarukan, Langkah yang ditempuh oleh pemerintah Joko Widodo sudah tepat dengan membuat Peta Jalan (road map) energi baru terbarukan, kita mesti belajar atas apa yang menimpa kita terkait energi fosil dimana untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri kita harus inpor dari negara lain, tentunya sangat disayangkan jika kedepan negara kita yang kaya akan energi baru tebarukan ini Kembali harus mengimpor dari negara lain untuk pemenuhan energinya.
Upaya pemerintah tersebut tentunya harus didukung oleh berbagai aspek dan stakeholder, seperti peraturan dalam hal ini Undang-undang energi baru terbarukan yang masih dalam proses penggodokan di DPR, selain itu pemerintah juga harus mendorong berbagai riset bagi para ilmuan kita untuk mengembangkan berbagai teknologi energi baru terbarukan yang saya rasa kita masih jauh tertinggal dalam hal ini dari Negara-negara lain didunia.
Pemerintah juga perlu mendorong pihak suwasta dalam negeri untuk berinvestasi di energi baru terbarukan
Selain itu untuk mempercepat akselerasi pengembangan energi baru terbarukan kami melihat diperlukanya sebuah Lembaga Legulator yang berkerja untuk mempersiapkan dan mencermati berbagai aspek yang dibuthkan dalam pengembangan energi baru terbarukan ini, layaknya SKK Migas di sektor industri hulu migas atau BPH Migas disektor hilir migas.
Transisi energi merupakan hal yang nyata akan kita akan hadapi sebagai sebuah bangsa, namun tentunya bangsa kita harus belajar bagai mana kita hanya menjadi pasar bagi berbagai produk akhir selama ini, maka dari itu mari kita awasi pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan sehingga bangsa kita bedaulat secara Energi !!!.
320 total views, 2 views today