Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Pengawas Pemilihan Umum Terkait Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu 2019
Oleh : Wahyu Raharjo, S.T, MPd (*)
Kinerja Bawaslu dapat dikatakan cukup optimal dalam penyelesaian pelanggaran administrasi di mana dari 16.427 dugaan pelanggaran berhasil ditangani sebanyak 16.134. Akan tetapi, dalam penyelesaian dugaan pelanggaran pidana pemilu, dari 2.789 dugaan pelanggaran pidana hanya 582 kasus yang tertangani, dan yang diputus sebanyak 345 kasus.
Kewenangan Bawaslu dalam melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu dan pencegahan serta penindakan pelanggaran pemilu, bahkan Bawaslu berwenang melakukan adjudikasi sengketa proses pemilu antara KPU dan peserta, juga antara peserta dengan peserta, menjadikan Bawaslu layaknya “lembaga super body”.
Terlebih, ketika melaksanakan fungsi adjudikasinya, Bawaslu yang setara dengan KPU disetiap tingkatan (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota), seolah menjadi lebih mulia, bisa mengadili dan memutuskan sengketa proses pemilu atas perselisihan SK/BA/Keputusan KPU oleh peserta pemilu.
Permasalahan berupa kurangnya pemahaman dibidang hukum bagi penyelenggara pemilu dalam ruang lingkup regulasi kepemiluan dalam menyelenggaraan pemilu khususnya di daerah. Prinsip berkepastian hukum untuk mewujudkan salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu dalam proses pembuatan peraturan. Harmonisasi Peraturan KPU dengan peraturan perundangan lainnya penting dilakukan untuk menimbulkan kepastian hukum bagi terlaksananya penyelenggaraan pemilu yang baik agar disharmonisasi Peraturan KPU dan peraturan perundang-undangan lainnya tidak terjadi perbedaan penafsiran diantara penyelenggara pemilu dari level pusat hingga didaerah.
Putusan Bawaslu seharusnya bersifat final terkait dugaan pelanggaran administrasi pemilu :
- PKPU No 20/2018 yang melarang mantan terpidana korupsi, mantan terpidana bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak untuk mencalonkan diri menjadi calon legislatif (DPR dan DPRD). Banyak putusan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/kota yang memenangkan para pemohon, tetapi putusan itu tidak langsung ditindaklanjuti oleh KPU sesuai Pasal 462 UU Pemilu menegaskan, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal putusan dibacakan.
Dengan alasan karena PKPU tersebut sedang proses judicial review ke MA. Setelah ada putusan MA yang menyatakan PKPU tidak sesuai dengan UU, baru KPU menindaklanjuti. Padahal, terkait penyelesaian pelanggaran administratif pemilu.
- PKPU No 26/2018 yang mengatur larangan pengurus partai politik untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD. Kasus ini sepertinya sangat personal, karena hanya berdampak pada ketua DPD, petahana yang mau mencalonkan kembali sebagai anggota DPD tetapi disaat yang sama, dirinya juga menjabat sebagai ketua umum partai Hanura.
Pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) terganjal, mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung hingga kemudian ada putusan Mahkamah Agung terkait PKPU tersebut yang dimenangkan OSO, tetapi KPU tidak menindaklanjutinya, berlarut hingga tahapan penetapan DCT, dan OSO melakukan gugatan kepada PTUN yang juga dimenangkannya, pun KPU tetap bergeming. Hingga pada 22 Januari 2019 Ketua PTUN Jakarta, Ujang Abdullah mengirim surat perintah pelaksanaan putusan PTUN Jakarta kepada KPU. Faktanya, hingga pemilu usai, KPU tetap tidak menindaklanjuti.
Azas kepastian hukum dalam setiap peraturan perundang-undangan memiliki unsur unsur yang hampir sama di dalam mendefinisikan asas kepastian hukum, yaitu, “mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajekan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara/Penyelenggaraan Pemerintahan”.
Istilah ‘lembaga penyelenggara pemilu’ atau LPP (KPU) digunakan untuk merujuk pada lembaga atau sejumlah lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemilu, mengacu kepada 3 lembaga yang memiliki kedudukan setara yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketiga lembaga tersebut dibentuk berdasarkan perintah Konstitusi (UUD 1945) Indonesia khususnya Pasal 22 E Ayat (5)
Di Indonesia LPP memiliki peran dan wewenang dalam membuat seperangkat peraturan terkait kepemiluan. Hal tersebut telah dijamin dalam undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu khususnya pasal 75 (KPU), Pasal 145 (Bawaslu), dan pasal 160 (DKPP) terkait dengan teknis kepemiluan dalam setiap tahapan Peraturan yang dikeluarkan KPU (selanjutnya disebut PKPU) merupakan rujukan bagi diselenggarakannya pemilu di Indonesia. Hal ini dikarenakan baik Bawaslu dan DKPP hanya memiliki tugas dan wewenang dalam bidang pengawasan pemilu dan penegakan kode etik.
LPP (KPU) di Indonesia berwewenang membuat regulasi terkait beberapa area penting, misalnya soal penetapan wilayah pemilihan, registrasi pemilih, registrasi kandidat, prosedur kampanye, pelaporan pendanaan kampanye, dan proses pemungutan suara. (/ali)
(*) Penulis adalah Pendiri Wara Institute / Pernah Menjadi Tenaga Ahli di DPR-RI / KAHMI Usakti
Redaksi tidak mengubah isi apapun, semua merupakan artikel, tanggung jawab dari penulis dan pengirim berita
345 total views, 3 views today