Advokat Dr Sulistyowati Mantap Judicial Review UU No. 10/2016 Tentang Pilkada Indonesia
Simakdulu – Jakarta, Advokat dan Pengacara DR. Sulistyowati, SH, MH mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 201 Ayat (10) dan ayat (11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130.
Para Pemohon Perseorangan Warga Negara Indonesia, yang hak konstitusionalnya dirugikan terdiri dari, Dr. ( Can. ) Dewi Nadya Maharani S.H., M.H, Suzie Alancy Firman, SH, Moch. Sidik, Rahmatulloh,S.Pd, M.Si, Mohammad Syaiful Jihad
Lebih lanjut DR. Sulistyowati, SH, MH menyampaikan bahwa “Pasal 201 ayat (10) UU No.10/2016 dimaksudkan untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Itu artinya penjabat gubernur akan ditunjuk dari pejabat eselon I untuk melaksanakan pemilu serentak 2024 bagi kepala daerah yang habis masa jabatan 2022 dan 2023 oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 201 ayat (11) UU No. 10/2016
“Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Itu artinya penjabat walikota/ bupati akan ditunjuk dari pejabat eselon II b untuk melaksanakan pemilu serentak 2024 bagi kepala daerah yang habis masa jabatan 2022 dan 2023 oleh Menteri Dalam Negeri. Tentu saja hal tersebut merampas hak konstitusional Para Pemohon, karena dengan adanya pasal-pasal tersebut Para Pemohon tidak bisa memilih pemimpin kepala daerah secara langsung.
Sehingga Para Pemohon mengajukan Pengujian Undang-undang atas pasal a quo.
Batu uji Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Bahwa apa yang diamanatkan dalam pasal ini merupakan bagian daripada perjanjian internasional yang Indonesia telah setujui dalam, Declaration of Human Rights, Art. 29 (2),
” Jika diterjemahkan secara bebas yaitu, “Dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada: batasan seperti yang ditentukan oleh hukum semata-mata untuk tujuan mengamankan pengakuan dan penghormatan yang layak terhadap hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi persyaratan moralitas, ketertiban umum, dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis.”
Batu uji Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Ada perbedaan efektivitas penunjukkan, legitimasi rendah, berkarir berbasis prestasi, menjalankan kewenangan terbatas, masa Jabatan singkat, “Orang” Droping pusat, pengetahuan daerah terbatas, sedangkan yang berasal dari pemilihan lebih kuat, berkarir berbasis popularitas dan akseptabilitas, menjalankan kewenangan penuh, masa jabatan lama, orang daerah menguasai penuh lokalitas;
Batu uji Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
Bagaimana mungkin pemegang kekuasaan menjunjung hukum dan pemerintahan tidak ada kecualinya ketika menjalankan kekuasaan dengan merampas hak PARA PEMOHON? Apakah dibolehkan mengatakan menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan pada saat yang sama merampas hak PARA PEMOHON.
Batu uji Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pemegang kekuasaan bahkan tidak memberikan kepastian hukum, kenapa? Karena PARA PEMOHON merasa hak-hak konstitusional PARA PEMOHON bisa kapan saja hilang ketika Presiden dan DPR RI Bersatu membuat undang-undang seperti yang dikehendaki, meski menjadi terampas Hak PARA PEMOHON salah satunya menentukan sendiri pemimpinnya. Kira-kira apa implikasi yang akan terjadi bila majelis hakim MK mengabulkan putusan ini ? (/ali)
791 total views, 2 views today