Dikepung Pandemi Covid-19, Indonesia Surplus Dagang USD21,74 Miliar Sepanjang 2020
Simakdulu, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia tetap surplus pada 2020, meski posisinya terus dibayangi pandemi Covid-19. Dunia juga mengalami keterpurukan ekonomi yang hebat. Dari kondisi tersebut, Indonesia justru membukukan neraca perdagangan USD21,74 Miliar sepanjang 2020. Nilai yang sangat kompetitif dan kali terakhir dibukukan pada 2011.
Apresiasi bagi kinerja tim Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Mereka terus bekerja dan berupaya agar ekonomi tetap berdenyut. Hasilnya, neraca perdagangan tetap terjaga hingga membukukan angka surplus USD21,74 Miliar. Berkah di tengah pandemi, apalagi Indonesia surplus dagang besar terakhir pada 2011 dengan nominal USD26,06 Miliar.
“Neraca perdagangan Indonesia tahun 2020 itu yang tertinggi sejak 2011. Angka ini bagus karena realisasi perdagangan Indonesia masih bisa surplus. Dalam masa pandemi Covid-19 seperti kemarin tidak mudah karena ada tekanan permintaan,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.
Bila dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir, maka catatan 2020 memang fenomenal. Sebab, Indonesia justru defisit perdagangan USD3,59 Miliar pada 2019. Setahun sebelumnya pun defisit USD8,7 Miliar di tahun 2018. Namun, Indonesia masih surplus perdagangan USD11,84 Miliar pada tahun 2017. Dua tahun sebelumnya juga surplus, seperti USD9,48 Miliar pada 2016 atau 2015 yang membukukan angka USD7,67 Miliar.
“Semoga akan terus membaik dan stabil. Prospek ekonomi secara keseluruhan ada pada kebijakan pengendalian pandemi Covid-19 di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan adanya vaksinasi yang sudah mulai dijalankan tentu menjadi angin segar bagi dunia usaha,” terang Suhariyanto lagi.
Meski neraca naik, namun slot ekspor dan impor justru cenderung menurun.Sepanjang 2020, nilai ekspor turun 2,61% menjadi USD173,31 Miliar. Untuk aktivitas impor pun turun 17,34% menjadi USD141,57 Miliar. Aktivitas ekspor pertanian naik 13,98%, begitu juga dengan rapor positif industri pengolahan 2,95%. Namun, ekspor migas justru turun 29,52%.
Untuk penurunan impor dipengaruhi oleh beberapa slot. Sebut saja penurunan impor barang konsumsi yang turun 10,93%. Impor bahan baku penolong bahkan minus 18,32%, lalu barang modal tenggelam 16,73%. “Pandemi Covid-19 ini luar biasa pengaruhnya hingga permintaan turun. Kalau turun sekitar 2,61% itu tidaklah buruk,” tegas Suhariyanto.(***)
397 total views, 1 views today