Golkar Institute Jalan Menuju Partai Moderen
Oleh ; S. Habib Democracy Watch
Simakdulu, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sudah meluncurkan Golkar Institute sebagai wadah bagi seluruh stakeholder Golkar untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam terkait ilmu pemerintahan dan kebijakan public. Gerakan baru yang harus didukung oleh seluruh elemen kader Golkar.
Namun, kebijakan Airlangga Hertanto sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh Individu-individu partai Golkar seperti yang sudah dilakukan oleh mantan ketua umum partai Golkar sendiri yakni Akbar Tanjung yang mendirikan SKPB, Program sejenis juga dilakukan oleh Wahid Institute, Megawati Institute, dan organisasi masyarakat sipil SATU NAMA. Langkah yang diambil oleh Airlangga ini perlu kita acungi jempol, secara kelembagaan partai golkar mendorong berdirinya Institute ini.
Pertanyaannya apa tujuan dari sekolah politik dan pemilu? Dan apa saja yang dipelajari oleh peserta didik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengetahui dalil hukum yang mewajibkan pendidikan politik. Pasal 11 UU Nomor 2 tahun 2008 (kemudian direvisi menjadi UU Nomor 2 tahun 2008) tentang Partai Politik mewajibkan partai politik menyelenggarakan pendidikan politik. Bukan hanya untuk kader, tetapi pendidikan politik untuk masyarakat umum.
Tujuan Pendidikan Politik
Banyak persepsi yang sudah memberikan stigma negative kepada partai politik sejak masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, sampai masa reformasi. Masalah ini, jika kita Tarik benang merahnya, semua karena politik yang tidak ideal. Masyarakat menyalahkan partai politik dan sebaliknya beberapa politisi menyalahkan masyarakat pemilih karena urusan politik uang.
Oleh sebab itu, pendidikan politik menjadi wajib dengan syarat tidak mewajibkan peserta didik terdaftar sebagai anggota partai tertentu. Karena tujuan pendidikan politik adalah membentuk masyarakat pemilih yang memahami politik. Dengan demikian, tujuan awal pendidikan politik bukan merekrut calon anggota.
Lebih luas lagi, pendidikan politik adalah membuat masyarakat pemilih lebih pintar. Pemilih diharapkan mengetahui teori politik, sejarah politik, partai, pemilu, demokrasi dan hukum-hukum yang berkaitan dengan paket politik. Semua itu adalah dasar masyarakat pemilih menentukan pilihan politik, dukungan, memberikan suara, dan melakukan kritik kepada pemenang pemilu.
Namun, masyarakat lebih menyukai pendidikan politik yang dilaksanakan oleh lembaga tertentu. Walaupun lembaga itu merupakan representative dari keterwakilan partai, seperti Akbar Tanjung dan Megawati. Dua lembaga ini bahkan sudah lama menyelenggarakan pendidikan politik dan pemilu. Tentu saja, focus pendidikan menggunakan teori dan materi yang berbeda.
Masalah ini berasal dari kekakuan politik memahami UU. Padahal, tidak seluruh orang yang mengikuti pendidikan politik salah satu partai membuktikan dukungannya kepada partai politik. Bukan begitu. Pendidikan politik hanya mendidik tidak mensyaratkan menjadi anggota. Jika ada syarat langsung menjadi anggota. Itu namanya pelatihan calon anggota/kader partai politik, bukan pendidikan politik.
Bahan Ajar Pendidikan Politik
Dengan memahami beberapa penjelasan diatas, jelas terlihat bahwa pendidikan politik lebih luas cangkupannya dari pelatihan calon anggota partai. Oleh karena itu, hal-hal yang dipelajari adalah materi umum untuk mencerdaskan masyarakat tentang politik.
Merujuk Megawati Institute, mereka menyelenggarakan pendidikan politik khusus mempelajari narasi politik dari para pendiri bangsa. Materi-materinya adalah melihat tokoh dan pemikirannya, seperti ekonomi Hatta, nasionalis Soekarno, Sosialis Syahrir, Islam Politik Hamka dan Agus Salim, hukum dan politik tokoh-tokoh lain.
Dilain sisi, Akbar Tanjung Institute menyelenggarakan pendidikan dengan mata kuliah system politik dan pemerintahan, system dan tata laksana pemilu, hukum dan demokrasi, strategi dan pemenangan pemilu, hukum-hukum terkait demokrasi dan pemilu, etika dan filsafat politik dan materi umum lainnya.
Sedangkan SATU NAMA di Yogyakarta menyelenggarakan kursus khusus calon anggota legislative. Dengan demikian, sekolah politiknya mengajarkan tentang dasar demokrasi dan pemilu, peraturan terkait pemilu, membaca Peraturan KPU dan Bawaslu, melihat dasar-dasar hukum yang melarang dan membolehkan tindakan dalam kampanye, cara menggunakan media social, menulis, dan berbicara untuk menyelesaikan masalah masyarakat.
Jika kita melihat tiga contoh diatas, pendidikan politik untuk masyarakat umum itu terdiri dari pengetahuan politik. Bahan ajarnya terdiri dari teori dan pemikiran politik, subtansi dan taktik juga program politik, kebijakan politik partai, wakil rakyat, kepala daerah dan pemerintah pusat.
Sedangkan materi demokrasi mempelajari semua hal tentang awal demokrasi. Karena itu akan memberitahu perbedaan konsep demokrasi, komunisme, dan otokrasi dan lain sebagainya. Dalam kontek demokrasi procedural, masyarakat harus mempelajari tentang pilihan teknis pemilu, dari mana dan bagaimana UU Pemilu, pasal-pasal yang berkenaan dengan hukum dan sanksi dalam pemilu. Juga hak dan kewajiban pemilih.
Dari internal partai penyelenggara pendidikan, partai bisa memberitahu sejarah partai politik. Semua dimulai dari kapan, bagaimana, dimana, dan siapa pendiri partai. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Begitu juga tentang program partai dan apa saja keuntungan menjadi anggota partai. Ini perlu karena memilih untuk mendukung itu tidak boleh dipaksa.
Dengan lahirnya Golkar Institute harapannya kedepan partai yang digawangi oleh Airlangga ini dapat memberikan sumbangsihnya terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, ditengah Index presepsi demokrasi kita yang menurun, adanya golkar Institute dapat memberikan angina segar terhadap demokrasi kedepanya.(***)
282 total views, 1 views today