Kebijakan B30 Airlangga Ciptakan Ekonomi Biru Menguntungkan Bagi Indonesia

JAKARTA – Kesejahteraan ekonomi rakyat dan kelestarian lingkungan berhasil diseimbangkan. Konsep ekonomi biru terimplementasi dengan baik melalui kebijakan mandatory biodiesel campuran 30% (B30). Kesejahteraan petani meningkat signifikan, lalu program B30 juga berkontribusi terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca sekitar 23,3 Juta Ton Karbon Dioksida sepanjang 2020.

“Sepanjang sejarah Republik Indonesia berdiri, baru sekarang petani menikmati manisnya TBS (tandan buah sawit). Sebab, tren TBS sangat positif dan harganya naik signifikan. Ini tentu jadi kado terindah bagi petani sawit. Kebijakan B30 sangat menguntungkan petani,” ungkap Ketua Umum DPP APKASINDO Gulat Manurung.

Kebijakan B30 berhasil mengatrol pendapatan petani. Kebijakan tersebut dinikmati langsung oleh petani sawit pada 22 provinsi dan 136 kabupaten. Usai digulirkan sejak Januari 2020, rata-rata harga TBS mencapai Rp2.700. Bandingkan saat kebijakan B30 belum digulirkan, sebab harga TBS justru di bawah Rp1.000. Harga TBS tertinggi muncul di Riau dan Sumatera Utara dengan rentang Rp2.730 hingga Rp2.769.

Harga TBS tinggi juga muncul di Jambi. Wilayah ini membukukan harga TBS dengan nilai Rp2.620/Kg sepanjang periode 13-19 Agustus 2021. Lalu, bagaimana wilayah lainnya? Kebijakan B30 tetap memberikan impact positif terhadap kesejahteraan. Untuk Banten, harga TBS menembus angka Rp1.800 dan Rp2.100 di Kalimantan Selatan. Harga TBS pun ditetapkan Rp2.542 di zona Kalimantan Barat.

“Kebijakan B30 sangat bermanfaat, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini. Serapan domestik naik. Harga relatif stabil dan fluktuasinya tidaklah besar. Dengan kebijakan bagus seperti B30 ini, kami sangat optimistis CPO (Crude Palm Oil) akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia,” terang Gulat.

Lebih lanjut, Gulat mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait industri kelapa sawit secara menyeluruh. Apalagi, kebijakan tersebut didukung dengan UU Cipta Kerja yang menjadi gerbang hijau untuk keberlanjutan industri sawit Indonesia. Ada juga penerbitan PMK 76 Tahun 2021 dinilai mampu menyeimbangkan antara industri hulu dan hilir kelapa sawit.

“Ada banyak kebijakan pemerintah yang mendukung rakyat. Semuanya memberikan dampak bagus petani sawit. Sebut saja, program peremajaan sawit rakyat yang dikeluarkan Menko Perekonomian juga mampu mendorong petani meremajakan tanaman sawit berusia tua. Produktivitasnya tentu akan lebih baik lagi,” tegas Gulat.

Mendorong kedaulatan ekonomi biru, kebijakan B30 menaikkan permintaan sawit. Hal ini tentu memberikan keuntungan maksimal bagi petani. Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar menjelaskan, permintaan pasar harus dijaga agar industri sawit terus berdenyut dan memberikan manfaat besar bagi petani dan masyarakat luas.

“Kebijakan B30 membuat industri sawit Indonesia secara umum mandiri. Sebab, CPO juga terserap besar di pasar domestik. Menjaga permintaan pasar harus terus dilakukan agar industri sawit berdenyut. Petani juga mendapatkan keuntungan secara ekonomi yang besar,” jelas Airlangga.

Mengoptimalkan produksinya, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melakukan peremajaan sawit rakyat. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp5,567 Triliun. Airlangga yang juga Ketua Komite Pengarah BPDPKS ini mengatakan, pemerintah mendukung program B30 dengan target alokasi penyaluran sebesar 9,2 juta IKL.

“Keseimbangan ekonomi dan lingkungan yang lestari akan tercapai. Tekanan terhadap lingkungan akan berkurang. Target 23% bauran energy berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 akan tercapai optimal,” kata Airlangga.(***)

 246 total views,  1 views today