PANDAWA Nusantara: Densus 88 Penting, Tapi Perlu Perbaikan Sistem

JAKARTA – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dinilai sangat penting sebagai salah satu instrumen keamanan. Untuk itu, keberadaannya harus dipertahankan. Tidak boleh dibubarkan. Meski demikian, perlu adanya transformasi perbaikan sistem untuk membuat citra Densus 88 semakin positif.

“Keberadaan Densus 88 sangatlah penting, terutama untuk melakukan legal action atau penindakan. Densus 88 bahkan bisa disinergikan dengan TNI untuk tugas dengan karakteristik khusus, seperti teror yang dilakukan gerilya. Jadi, Densus 88 jangan dibubarkan,” ungkap Perwakilan PANDAWA Nusantara (Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara) Johan Aristya Lesmana.

Sikap PANDAWA Nusantara tersebut terpotret dalam diskusi daring ‘Kenapa Densus 88 Penting?’ pada Jumat (15/10). Medianya menggunakan Zoom Meeting. Johan Aristya Lesmana pun diplot sebagai salah satu narasumbernya. Johan menambahkan, Densus 88 hanya perlu melakukan transformasi agar menjadi lebih baik.

“Untuk penindakan, Densus 88 hanya perlu mengedepankan azaz praduga tak bersalah. Tidak langsung main eksekusi karena itu bisa menimbulkan dendam turunan. Densus 88 juga perlu mengedepankan azaz HAM (Hak Azazi Manusia). Artinya, Densus 88 tetap dibutuhkan dan tidak untuk dibubarkan,” lanjut Johan.

Wacana pembubaran Densus 88 muncul setelah Anggota DPR Fadli Zon dari Partai Gerindra meminta Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dibubarkan. Ia menyebut pembubaran Densus 88 berangkat karena berbau Islamofobia. Sebab, ada narasi dari pejabat Densus 88 bahwa Taliban yang berkuasa di Afghanistan akan memberikan inspirasi ke kelompok teroris di Indonesia.

“Kalau isunya Islamfobia berarti butuh lembaga lain yang dilibatkan. Lalu, Densus 88 perlu diperjelas tugas dan fungsinya agar tidak berbenturan dengan lembaga lain. Sekarang ini yang ada timpang tindih dengan lembaga lain, meski ada pengkhususan tugasnya,” terang Johan lagi.

Posisi Densus 88 sebenarnya memiliki payung hukum kuat. Acuannya adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018. Johan menjelaskan, ada BNPT yang memiliki kewenangan serupa dalam menjalankan fungsi penanaman terorisme. Indonesia juga masih memiliki BIN. Tugasnya juga identik. Kondisi ini pun memunculkan posisi pemborosan anggaran.

“Densus 88 dan BNPT memiliki fungsi atau tugas yang sama. Otomatis ada dobel pembiayaan dan itu tidak bagus bagi anggaran negara. Yang pasti, status Densus 88 ini harus dipertajam. Tupoksinya diperjelas antara Densus 88 dan BNPT,” jelas Johan.(*)

 299 total views,  1 views today