PANDAWA Nusantara: Perlu Pengawasan Terkait Penegakkan Hukum Kaum Perempuan
JAKARTA – Penegakkan hukum di Indonesia masih dinilai tebang pilih. Masih terikat dengan status tertentu, termasuk diantaranya gender. Hukum masih berlaku timpang terutama dalam implementasinya terhadap kaum hawa. Kriminalisasi hukum kepada mereka masih terus tengar. Buktinya, Valencya alias Nengsy Lim (45) dituntut penjara hanya karena menegur suaminya yang kerap mabuk-mabukan.
Nasib yang dialami Nengsy Lim menyita perhatian publik. Dia akhirnya dituntit 1 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Karawang, Jawa Barat, Kamis (11/11). Sebab, Nengsy Lim dianggap telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis terhadap suaminya yang kerap mabuk-mabukan.
“Upaya kriminalisasi terhadap seorang istri karena menegur suaminya yang mabuk sangat disayangkan. Apalagi diketahui sang istri justru merupakan korban KDRT,” ungkap Manajer Program Penguatan dan Pemberdayaan Perempuan Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara (PANDAWA Nusantara) Fitri Ramadhani.
Nengsy Lim meluapkan emosinya usai Jaksa membacakan tuntutannya. Dia merasakan keberatan dan merasa ada upaya kriminalisasi terhadapnya melalui kasus tersebut. Tuntutan 1 tahun penjara diberikan dengan acuan Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 5 huruf Undang-Undang Nomor 23apnya melalui kasus tersebut. tuntutan 1 tahun penjara diberikan dengan acuan pasal 45 ayat (1) junto pasal 5 huruf undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
“bagaimana ketimpangan hukum terhadap kaum perempuan kembali dipertontonkan. hukum seolah hanya menjadi alat untuk melemahkan posisi perempuan. hukum idealnya alat sempurna bagi keadilan. semua tahu kalau hukum yang tidak adil merupakan pelanggaran yang paling keji,” terang fitri lagi.
kasus yang menimpa nengsy lim menjadi puncak rentetetan perselisihan dengan suaminya yang berinisial cyc. pada 2000, keduanya menjalin kasih dan menikah. cyc kala itu masih berstatus warga negara asing (wna). sejak 2005-2016 mereka pindah ke karawang dan membuka toko bangunan. cyc baru bekerja pada 2016 setelah resmi menjadi wni.
konflik rumah tangga mulai muncul apda 2008. nancy lim sempat mengajukan gugatan cerai kepada cyc dengan tuduhan penelantraan. namun, tuntutan tersebut dicabut setelah menjalani mediasi. gugatan cerai karena sikap penelantaran kembali dilayangkan nancy lim pada 2019. namun, gugatan justru dibalas dengan laporan balik oleh cyc atas pemalsuan surat kendaraan.
memasuki 2 januari 2020, pengadilan negeri karawang mengabulkan gugatan cerai cyc. dasarnya pemalsuan surat kendaraan. cyc pun diminta membayar biaya hidup anak-anaknya sebesar rp13 juta per bulan. hak asuh anak memang sepenuhnya diserahkan kepada nancy lim. hanya saja, putusan tersebut tidak pernah dipenuhi cyc. kasus kedua pun berlanjut hingga september 2020.
cyc melaporkan nancy lim melaporkan ke polda jabar. tuduhannya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (kdrt) psikis. pelapiran ini menempatkan nancy lim sebagai tersangka pada 11 januari 2021. fitri pun menegaskan, penegak hukum idealnya mengutamakan restorative justice dan azaz keadilan.
“saya sependapat dengan peradi. penegak hukum seharusnya lebih mengedepankan restorative justice dan azas keadilan terhadap perempuan. bukannya mengutamakan pengenaan pasal-pasal pidana dalam penyelesaian kasusnya. perlu ada pengawasan intensif terhadap upaya penegakan hukum yang menyangkut kepentingan perempuan,” tegas fitri lagi.(***)
309 total views, 1 views today