PANDAWA Nusantara: Tarik Investor, Percepat Revisi UU Nomor 22 Tahun 2001
JAKARTA – Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 perlu dipercepat. Hal ini bisa menjadi katalis untuk menarik investasi di sektor migas sebesar-besarnya. Apalagi, slot ladang migas yang bisa dieksplorasi tahun ini dinaikkan dua kali lipat.
Untuk investasi di sektor migas, pemerintah memberikan target investasi sebesar USD12,38 Miliar pada tahun ini. Hanya saja, realisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sepanjang Semester I/2021 mencapai USD4,92 Miliar atau 39,7% dari target sepanjang tahun ini.
“Sekarang yang harus dilakukan adalah revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Revisi ini perlu didorong karena belum juga selesai. Investasi itu butuh kepastian hukum, apalagi perizinan yang ada sangat banyak,” ungkap Pengamat Energi dari PANDAWA Nusantara (Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara) Mamit Setyawan.
Komentar Mamit tersebut terpotret dalam program Crosscheck di Mediacom.id, Minggu (17/10). Tema besar yang diangkat adalah Tancap Gas Menjemput Investor Migas. Mamit menambahkan, perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 jadi kekuatan hukum para investor. Hal ini terkait penguatan lembaga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
“Kepastian hukum diperlukan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Ini menyangkut posisi SKK Migas. Jangan lupakan juga kebijakan fiskal agar iklim investasi di sektor hulu migas semakin menarik. Skema kebijakan yang akan dikeluarkan harus dimatangkan,” lanjut Mamit lagi.
Lebih lanjut, investasi migas di Indonesia sangat menarik. Sebab, potensinya memang besar. Untuk tahun 2021, SKK Migas memiliki target pengeboran sumur sekitar 550 sampai 600 unit. Angka ini naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Sepanjang 2020, ada 240 sumur yang dibor dengan nilai investasi USD10 Miliar.
Bukti besarnya prospek migas di Indonesia terlihat dari besarnya industri hulu. Sebab, Indonesia memiliki 128 cekungan migas. Dari angka itu, baru 20 cekungan migas yang berproduksi. Ada sekitar 27 cekungan migas belum berproduksi, 13 belum ditemukan, lalu 68 cekungan belum dilakukan proses eksplorasi pemboran.
“Potensi yang ada harus dioptimalkan untuk kemakmuran rakyat. Bicara investasi jangan memakai kacamata nasionalis sempit, tapi harus memberikan kemakmuran. Kalau Pertamina kedodoran karena modal, investor asing bisa masuk. Semua sudah tahu hulu migas adalah industri penuh risiko dan perlu modal besar,” jelas Mamit lagi.
Memiliki potensi sumber daya alam besar, otomatis membutuhkan suntikan modal yang tidak sedikit. Informasi SKK Migas menyebutkan, diperlukan investasi hulu migas sekitar USD187 Miliar sampai tahun 2030. Hal ini sejalan dengan target produksi migas Indonesia 1 Juta Barrel per Hari pada 2030. Saat ini realisasi produksi baru 700.000 Barrel per Hari.
Adapun produksi gas akan meningkat menjadi 12 Miliar Kaki Kubik per Hari (BSCFD). Dan, saat ini realisasinya baru 5,6 Miliar Kaki Kubik per Hari. “Produksi gas memang meningkat. Tapi, jangan lupakan juga insentif lebih agar menjadi semakin menarik,” tutup Mamit.(*)
348 total views, 1 views today