Tren Outflow di Asia, Investor Makin ‘Pede’ Investasi di Indonesia

JAKARTA – Bursa saham Asia goyah. Asing melakukan outflow seiring ledakan pandemi Covid-19. Respon atas peningkatan tekanan inflasi. Meski demikian, asing memilih bertahan berinvestasi di pasar Indonesia. Makin kuat dan mantab seiring tetap menebalnya kepercayaan terhadap Indonesia. Hal ini jadi prestasi tersendiri bagi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

“Pemerintah harus mempertahankan performa kinerjanya, baik pemerintahan maupun ekonomi. IHSG Indonesia selama Juni 2021 sangatlah bagus. Tidak terjadi Capital Outflow. Investasi sangat terjaga. Kinerja perekonomian dibawah Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI beserta jajaran harus terus dijaga,” ungkap Pengamat Ekonomi dari Financial Reform Institute Akmal Yulianto.

Asia dihadapkan pada situasional kurang menguntungkan. Sebab, aksi jual bersih (net sell) terjadi pada mayoritas bursa saham Asia. Tren ini terjadi pada rentang Mei-Juni 2021. Total net sell mencapai USD725 Juta atau senilai Rp10,15 Triliun. Kurs USD1 = Rp14.000. Tren tersebut marak terjadi di bursa Korea Selatan, Taiwan, Filipina, dan Vietnam.

Merunut pasar Korea Selatan, Outflow membukukan angka USD2 Miliar dan USD795 Juta dalam 2 bulan terakhir. Korea Selatan memang mengalami lonjakan virus Corona. Pemicunya adalah varian Delta yang sangat menular. Sementara, Thailand mengalami pandemi virus Corona yang berkepanjangan.

“Pergeseran aliran dana tidak membuat harapan pemulihan pendapatan di Asia menurun. Bagaimanapun, imbal hasil obligasi lebih kuat dan tinggi akhirnya membebani ekuitas di Asia. Kondisi inilah yang menyebabkan peralihan dari ekuitas Asia ke ekuitas pasar negara maju,” terang Kepala Strategi Ekuitas Asia di HSBC Herald van der Linde.

Seiring aliran keluar, Outflow asing pada paruh pertama 2021 mencapai USD2i4,6 Miliar atau Rp344 Triliun. Bandingkan dengan inflow paruh kedua 2020 yang mencapai USD21,6 Miliar atau Rp302 Triliun. Hasilnya? Kinerja indeks saham Asia tertinggal dari Amerika Serikat dan Eropa. Apalagi, ada dorongan tingkat inflasi Amerika yang memicu banyak kekhawatiran.

“Nilai ekuitas di Asia diperdagangkan dengan diskon sekitar 30% dibanding ekuitas Amerika. Konsolidasi ekuitas Amerika mampu mendorong arus untuk pindah ke ekuitas non Amerika termasuk Asia. Meski demikian, fundamental pasar Asia tetap kuat. Outflow sebenarnya lebih kepada rebalancing,” kata Kepala Solusi Kuantitas Multi-Aset di BNP Paribas Asset Management Paul Sandhu.

Meski tren Outflow asing di Asia tinggi, namun investor tetap percaya dengan pasar Indonesia. Buktinya, inflow asing melalui beli bersih pada Juni mencapai Rp4,87 Triliun. Hal ini sejalan dengan penanganan pandemi Covid-19 dan langkah taktis dalam pemulihan ekonomi nasional. Apalagi, respon cepat diberikan dengan PPKM Darurat 3-20 Juli 2021 untuk menekan kurva Covid-19. Progam vaksinasi Covid-19 juga terus berjalan sesuai skenario.

“Tingginya kepercayaan pasar membuat kami terus optimistis untuk terus bertahan dan membangun ekonomi. Sejauh ini, skenario penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi berjalan positif. Kami yakin bisa mengembalikan lagi status negara dengan pendapatan menengah ke atas,” tutup Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.(***)

 314 total views,  1 views today